- Back to Home »
- Arti Dari Hari Jumat
Posted by : Unknown
Sabtu, 13 April 2013
Allah Subhana Wataala berkalam dalam kitab-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia [berada] dalam kesukaran/kesusahan” [QS al-Balad [90]:4].
Saking
susahnya, tak sedikit orang yang lupa akan perputaran waktu termasuk
nama hari. Apalagi untuk memahami makna hari. Saat ini, kita tengah
berada dalam hari Jum’at. Apa itu Jum’at?, Dan apa keistimewaannya
dibandingkan dengan hari-hari yang lain?
Jum’at
adalah hari keenam dalam seminggu atau sepekan. Dalam literatur Arab,
Jum’at [al-jumu’ah] juga terkadang digunakan untuk arti minggu
[al-usbû’]. Jumat, yang secara utuh diserap dari kata Arab-Qur’ani,
berasal dari akar kata jama’a-yajma’u-jam’an, artinya: mengumpulkan,
menghimpun, menyatukan, menjumlahkan, dan meng-gabungkan.
Al-Jum’ah
artinya: persatuan, persahabatan, kerukunan [al-ulfah], dan pertemuan
[al-ijtima]. Meski secara umum dan keseluruhan semua hari – termasuk
Jum’at – dalam seminggu itu bisa dikatakan sama atau tidak ada bedanya;
namun hari Jum’at bagi kaum umatan muslimatan [kaum Muslimin/Muslimat],
dipastikan memiliki keistimewaan tersendiri. Sama halnya dengan
keistimewaan Sabtu bagi orang-orang Yahudi, dan Minggu untuk kawan-kawan
Nasrani.
Bagi
umat Islam, yang masih sempat atau sengaja menyempatkan diri untuk
merenungkan makna-makna hari, paling sedikit didasarkan pada alasan
utama tentang kebesaran hari Jum’at:
Pertama,
satu-satunya nama hari yang dijadikan nama surat dalam Al-Qur’an ialah
Jum’at, dalam kaitan ini surat al-Jumu’ah [62] yang terdiri atas: 11
ayat, 180 kata, dan 748 huruf. Di luar Jum’at, tak ada hari lain yang
dijadikan nama surat dalam Al-Qur’an. Bahkan pada umumnya disebutkan pun
tidak dalam Al-Qur’an. Kalaupun ada nama hari lain yang disebut dalam
Al-Qur’an, bahkan penyebutannya beberapakali, namun hari tersebut tak
dijadikan nama surat. Padahal, pengabadian sesuatu sebagai nama surat
dalam Al-Qur’an, dipastikan menjadi simbol bagi kelebihan se-suatu.
Kedua,
berbeda dengan enam hari lainnya yang diposisikan sebagai
‘anggota-anggota’ hari, Jum’at dijuluki se-bagai penghulu atau pemimpin
hari. Gelar sayyid al-usbû’ [Pemimpin Minggu] atau saayid al-ayyâm
[penghulu hari], mengisyaratkan hal itu. Paling tidak secara simbolis.
Ketiga,
berlainan dengan kewajiban shalat [maktûbah] di hari-hari lain yang
bisa dilakukan seorang diri [munfarid] sungguhpun tetap diimbau dengan
sangat [sunnah mu’akkadah] untuk dilakukannya secara berjamah [bersama-
sama], pelaksanaan shalat Jum’ah sesuai nama-nya, wajib dilaksanakan
secara berjamaah. Bahkan ada di antara imam mazhab fikih yang mematok
jumlah minimal jamaah shalat Jum’ah sebanyak 40 orang dewasa.
Pensyariatanpelaksanaan shalat Jum’at harus dilakukan secara berjamaah,
dipastikan memiliki nilai-nilai positif tersendiri. Paling tidak dalam
rangka mempererat tali silaturrahmi, persaudaraan, persatuan dan
kesatuan umat Islam.
Keempat,
bagi kaum Muslimin, hari Jum’at dipastikan memberikan penambah
pengetahuan tentang keagamaan, di samping merupakan hari-hari pemupukan
persaudaraan keagamaan [ukhuwwah ad-dîniyyah] secara internal.
Penyampaian khutbah Jum’at oleh ahli-ahli ke-Islam-an dan umumnya
disampaikan orang-orang yang sejatinya menyandang predikat saleh, akan
memberikan peningkat-an kecerdasan bagi umat Islam. Baik itu kecerdasan
intelektualdengan kecerdasan spiritual. Paling tidak bagi mereka yang
selalu mengikuti jamaah shalat Jum’at.
Kelima,
banyak riwayat [hadits] yang menyebutkan kelebihan Jum’at dibandingkan
dengan hari lain, terutama berkenaan dengan berbagai macam dzikir dan
amalan-amalan tertentu yang memiliki nilai lebih dibandingkan dengan hal
serupa atau bahkan sama tetapi dilakukan di hari lain.
Selain
itu, bagi kaum pekerja, hari Jum’at memiliki suasana yang berbeda
dibanding empat hari kerja lain. Jam kerja terasa pendek karena ada
beberapa kegiatan di luar aktivitas kerja. Di pagi hari, sebagian
instansi pemerintah atau kantor swasta menggelar senam pagi bersama.
Selesai senam, baru saja ganti pakaian dan masuk kerja, sebentar
kemudian sudah menjelang shalat Jum’at, semua aktivitas dihentikan untuk
melaksanakannya.
Suasana
yang berbeda di hari Jum’at tentu sangat dirasakan kaum muslim. Bagi
muslim laki-laki diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jum’at berjamaah.
Karena itu mereka memenuhi masjid-masjid atau tempat melaksanakan shalat
Jum’at yang lain. Ada siraman rohani, penyejuk iman dari khatib Jum’at.
Sebenarnya,
tak hanya shalat Jum’at saja yang menjadikan Jum’at sebagai hari
istimewa bagi kaum muslim. Jum’at juga menjadi hari besar yang berulang
setiap pekannya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw: “Hari ini
adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi umat Islam, maka siapa yang
hendak menghadiri shalat Jum’at hendaklah mandi terlebih dahulu…” [HR.
Ibnu Majah].
Perbandingan
hari Jum’at dengan enam hari lain seperti perbandingan bulan Ramadhan
dengan sebelas bulan lain. Karena itu bersedekah di hari Jum’at lebih
mulia dibanding sedekah di hari-hari yang lain.
Langkah
menuju ke masjid untuk menunaikan shalat Jum’at dihitung sebagai
pahala. Aus bin Aus At-Thaqafi ra menyebutkan bahwa ia mendengar sendiri
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mandi pada hari Jum’at, kemudian
bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan, kemudian
dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa
dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah”.
[HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah].
Keistimewaan
lain, pada hari Jum’at ada suatu waktu jika seseorang memohon dan
berdoa kepada Allah, maka niscaya doa dan permohonan itu akan dikabulkan
[disebut waktu mustajab]. Bukhari dan Muslim meriwayatkan sabda
Rasulullah: “Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang
muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah
Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi
isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.”
Mengenai kapan tepatnya waktu mustajab tersebut, para ulama berbeda
pendapat. Di antara perbedaan itu ada dua pendapat yang paling kuat.
Pertama, waktu yang mustajab itu saat duduknya imam sampai pelaksanaan
shalat Jum’at. Pendapat ini dikuatkan Imam Nawawi. Sedangkan pendapat
yang kedua menyebutkan batas akhir waktu tersebut hingga setelah ‘Ashar.
Pendapat yang kedua ini dikuatkan Imam Ibnu Qayyim.
Hari
Jum’at juga merupakan hari pengampunan dosa. Kaum muslim yang
melaksanakan shalat Jum’at dan menyimak dan kecerdasan emosional, maupun
kecerdasan moral dan dan bahkan kecerdasan sosial. Lebih-lebih lagi
khutbah yang disampaikan khatib, akan diampuni dosa-dosanya sampai
Jum’at berikutnya, asal ia tak melaksanakan dosa besar. Berkenaan dengan
ini Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at
dan bersuci semampunya, berminyak atau mengoleskan minyak wangi dari
rumahnya, kemudian keluar [menuju masjid], dan dia tidak memisahkan dua
orang [yang sedang duduk berdampingan], kemudian dia mendirikan shalat
yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan [dengan seksama]
ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni [dosa-dosanya yang
terjadi] antara Jum’at tersebut dan Jum’at berikutnya.” [HR. Bukhari].
Namun tak benar jika hal ini digunakan sebagai dalih untuk melakukan
kesalahan atau dosa selama seminggu ke depan karena sudah diampuni
dosanya dengan shalat Jum’at. Tak ada dosa kecil jika dilakukan
berulang-ulang.
Yang
lebih istimewa lagi adalah hari Jum’at merupakan Yaumil Mazid, hari
saat Allah menampakkan diri kepada kaum mukminin di surga nanti. Allah
berfirman: “Mereka di dalam surga memperoleh apa yang mereka kehendaki;
dan pada sisi Kami ada tambahannya” [QS 50:35]. Anas bin Malik
mengomentari ‘tambahannya’ dalam ayat ini: “Allah menampakkan diri
kepada mereka setiap hari Jum’at”.
Adab dan Sunnah Hari Jum’at
Ada
beberapa yang wajib dan sunnah untuk dilaksanakan kaum muslim di hari
Jum’at. Yang paling utama adalah kewajiban muslim laki-laki untuk
melaksanakan shalat Jum’at. Shalat ini bisa dilaksanakan di
masjid-masjid atau tempat ibadah yang lain asalkan memenuhi syarat dan
ketentuan yang ditetapkan.
Mengenai
kewajiban tersebut disebutkan Allah dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang
yang ber-iman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari
Jum’at, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli,
dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui” [QS 62:9].
Selain
firman Allah dalam Surah al-Jumuah tersebut, ada beberapa hadits
Rasulullah saw yang menegaskan kewajiban melaksanakan shalat Jum’at bagi
muslim laki-laki. Hadits-hadits tersebut antara lain:
“Hendaklah
orang-orang itu berhenti dari meninggalkan shalat Jum’at atau kalau
tidak, Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang
yang lalai.” [HR. Muslim].
Rasulullah
bersabda: “Shalat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksanakan
secara berjama’ah terkecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya,
perempuan, anak kecil, dan orang yang sakit.” [HR. Abu Daud dan
Al-Hakim, hadits shahih].
Sebagai
pengingat agar kita tak lupa dan agar shalat Jum’at kita lebih sempurna
pelaksanaannya perlu disampaikan beberapa adab dalam melaksanakan
shalat Jum’at. Ketika waktu shalat Jum’at tiba, kita dianjurkan untuk
datang ke masjid atau tempat ibadah lebih awal. Karena, pahala orang
yang datang lebih awal lebih besar dibanding orang yang datang saat
akhir. Perumpamaannya, seseorang yang datang di awal waktu, seperti
orang yang berkorban dengan seekor unta, berikutnya seperti berkorban
sapi, kambing, ayam, dan yang terakhir seperti bersedekah dengan sebutir
telur. Batas akhir datang ke masjid saat shalat Jum’at adalah ketika
khatib sudah duduk di mimbar, karena malaikat-malaikat pencatat amal
manusia yang berada di setiap pintu masjid menutup buku catatannya dan
mendengarkan khutbah.
Para
sahabat dan tabi’in sangat memperhatikan anjuran untuk datang lebih
awal ke masjid. Dahulu, semasa hidup para sahabat dan tabi’n mempunyai
tradisi setiap hari Jum’at mereka datang ke masjid setelah shalat
Shubuh. Di hari Jum’at, jalan-jalan menuju masjid ramai, orang memadati
jalan sambil membawa lampu penerangan seperti ramainya ketika akan
melaksanakan shalat hari raya Idul Fitri.
Dalam
rangkaian shalat Jum’at ada khutbah yang disampaikan khatib. Para
jamaah sangat dianjurkan untuk mendengarkan dan berusaha memahaminya.
Berbicara saat khutbah sedang disampaikan sangat dibenci Rasulullah saw.
Beliau menyebut perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang sia-sia dan
tidak selayaknya dilakukan jamaah shalat Jum’at.
Seperti
shalat jamaah pada shalat-shalat wajib yang lain, jamaah yang datang di
awal dianjurkan untuk mengambil tempat paling depan, shaf terdepan
dipenuhi terlebih dahulu. Untuk jamaah yang datang terlambat, yang
datang setelah khatib sudah duduk di mimbar, dianjurkan untuk mengambil
tempat paling belakang atau shaf paling belakang.
Jamaah
yang telah datang, hendaknya melaksanakan shalat sunnah di antaranya
shalat Tahiyatul Masjid [dua rakaat untuk menghormati masjid] dan shalat
Qabliyah Jum’at [dua rakaat sebelum shalat Jum’at]. Setelah khatib
duduk di mimbar tidak diperkenankan melakukan aktivitas kecuali shalat
Tahiyatul Masjid. Shalat sunnah itu masih bisa dilakukan selama khatib
menyampaikan khutbah tetapi harus dipercepat pelaksanaannya.
Amalan yang disunnahkan pada Hari Jum’at
Untuk
melengkapi kesempurnaan ibadah, ada amalan-amalan yang dapat
dilaksanakan di hari Jum’at. Antara lain, memperbanyak shalawat atas
Nabi Muhammad saw. Makin banyak shalawat yang terucap kian baik karena
akan mendekatkan derajat kaum muslim pada derajat Nabi.
Amalan
lainnya adalah membaca Surah al-Kahfi. Dengan membaca surah tersebut
diharapkan mendapat cahaya Allah yang diberikan di antara dua Jum’at.
Surah al-Kahfi bercerita tentang sekelompok pemuda beriman [Ashhabul
Kahfi] yang diselamatkan Allah dengan menidurkan mereka di dalam gua
selama bertahun-tahun. Surah ke-18 Al-Quran ini menggambarkan kekuasaan
Allah untuk memberi nikmat kepada hamba-Nya meski nikmat tersebut di
luar kebiasaan. Juga tentang dasar-dasar tauhid dan kepastian datangnya
hari kebangkitan.
Sedangkan
bagi imam shalat Shubuh disunnahkan membaca Surah Sajadah dan al-Insan
secara sempurna sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw dahulu. Surah
Sajadah dan al-Insan mengandung segala sesuatu tentang awal penciptaan
manusia dan kembalinya manusia kepada Allah, juga memuat peristiwa
berkumpulnya manusia di padang Mahsyar dan bangkitnya manusia dari
kubur. Disunnahkan juga di hari Jum’at untuk memperbanyak do’a dan
memohon ampunan.
Meski
Jum’at adalah hari yang sangat istimewa, tetapi kaum muslim tak
diperkenankan untuk melebih-lebihkannya, misalnya dengan melaksanakan
puasa hanya di hari Jum’at saja dengan alasan untuk mengkhususkannya.
Boleh melaksanakan puasa di hari Jum’at asal di hari sebelum atau
sesudahnya juga melaksanakan puasa. Semoga kita bisa lebih memahami dan
memaknai kebesaran dan kelebihan hari Jum’at di masa-masa yang akan
datang. Aamiin
Ingatlah
Allah ketika dalam keramaian, niscaya Dia mengingatmu ketika sendirian.
Bersyukurlah kepada-Nya saat senang, niscaya Dia mensyukurimu di saat
susah. Jangan ingkari nikmat-Nya agar siksa tidak menimpamu.
Sumber:
Alifmagz.com | Ijabah.com, dalam :
http://www.fiqhislam.com/agenda-muslim/a-r-t-i-k-e-l/3420-jumat-hari-yang-istimewa.html